Rabu, Juli 16, 2008

The Client

Judul cerita gue kali ini mungkin mengingatkan orang sama novel John Grisham. Tapi, yang mao gue bagi dalam cerita ini adalah pengalaman gue menghadapi seorang klien.

Sejak Bulan Februari lalu, secara rutin seminggu sekali gue harus datang ke salah satu Pengadilan Negeri di Jakarta untuk mendampingi seorang WN Amerika yang terlibat kasus pidana. Resminya, klien gue adalah Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Tapi di lapangan, orang akan melihat bahwa yang menjadi klien gue adalah si terdakwa. Bagaimana enggak, setiap minggu para pegawai pengadilan, dari tukang sapu sampe Ketua PN ngeliat gue duduk berdua berjam-jam menunggu sidang dimulai (resminya jadwal untuk kasus yang gue tanganin adalah jam 10, tapi sidang biasanya baru dimulai sesaat sebelum azan Zuhur di mushola pengadilan berkumandang).

“Klien” gue kali ini agak unik, kalo gue gak mao gue bilang “ajaib”. Dalam masa-masa penantian jadwal sidang yang gak pernah pasti di ruang tunggu PN Jaksel, gak bosen-bosen dia ngeyakinin gue betapa dia gak bersalah dan bahwa this case is a crap (Itu “bahasa” dia … Duh, dah ketularan para “lo-yer’ nih gue pake kata “bahasa”…. Hehehehe …). Sayang gue terikat sumpah setia penerjemah, jadi gue gak bisa cerita tentang materi kasusnya. Tapi bukan itu yang pengen gue ceritain.

Beberapa hari yang lalu, pengacara “klien” gue itu nanya ke gue soal tandatangan gue di BAP yang dibikin polisi. Emang sih, pada bulan Desember gue pernah diminta polisi buat jadi juru bahasa ketika mereka menginterogasi “klien” gue ini. Entah ini strategi dari pengacaranya ato gimana, gue nangkep indikasi bahwa si “klien” ini mao ngebantah semua keterangan dia di BAP pada saat dia ditanya-tanya majelis hakim sesuai dengan agenda sidang (setelah majelis mendengar keterang saksi-saksi). Akan tetapi, dia gak akan gampang ngelakuinnya karena ada tanda tangan gue di BAP itu. Gue sempet agak panik karena implikasinya kalo sampe dia cabut keterangannya di BAP adalah sangkaan konspirasi antara gue dan polisi untuk memalsukan BAP. Berat kan? Gue hubungin seorang kawan yang jadi pengacara di sebuah firma hukum gede. Setelah mendapat kepastian dari pengacara itu, gue jadi tenang dan siap buat ngadepin semua kemungkinan. Untung aja, pas hari H-nya, “klien” gue ini rada jiper buat nerapin strategi akal bulusnya dan gue terhindar dari masalah.

Dalam pelaksanaan tugas juga gue selalu kesulitan. Beberapa kali gue ditegor hakim ketua karena dia ngeliat gue gak nerjemahin interaksi antara majelis dengan saksi-saksi. Gue mungkin kelihatan tenang-tenang aja di meja penasihat hukum terdakwa, tapi itu karena “klien” gue sibuk sendiri dengan urusannya. Kalo gak bongkar-bongkar ranselnya untuk ngambil dokumen, dia asyik kirim-kirim SMS, ato colak-colek pengacaranya buat nyuruh interupsi. Satu kali, hakim ketua sempet muntab karena dia lihat sendiri “klien” gue ini dengan santainya menyibukkan diri dengan nyopot sepatu trus sibuk benerin sepatunya tanpa memperhatikan apa yang sedang terjadi di persidangan. Gue dan pengacara “klien” gue ini kena damprat juga.

Setelah kejadian itu, gue marah-marah sama “klien” gue itu. Malu banget gue kena omelan hakim ketua karena ulahnya. Bayangin aja, begitu selesai pemeriksaan saksi, hakim ketua nanya gimana pendapatnya tentang kesaksaian yang diberikan, eh dengan santai dia bilang “Sorry, I don’t understand ….” Gubrak !!! Lha, mulut gue sampe berbuih-buih nerjemahin omongan saksi dan pertanyaan-pertanyan dari hakim, jaksa dan pembela, dia malah bilang gak mudeng. Yang lebih bikin gue tambah nyolot adalah pernyataan dia ketika gue bilang ke dia jangan kayak minggu lalu. Komentarnya singkat, tapi nyelekit banget: “Sorry, Jamil … I need to pull some tricks sometimes …” HALAH !!!

Puncak dari semua penderitaan gue adalah hari ini. Believe it or not … I have been summoned by the police !! Ternyata “klien” gue itu ngaduin seorang saksi ke polisi dengan sangkaan pemberian keterangan palsu di bawah sumpah dalam persidangan. Karena gue selalu hadir di persidangan, jadilah gue diminta dateng ke Polda Metro buat di-BAP sebagai saksi. Baru kali ini gue dateng ke markas polisi rada gemeter, karena posisi gue adalah posisi yang biasanya “dijabat” oleh klien-klien gue. Untung deh semua berjalan lancar di sana. Itung-itung pengalaman baru buat gue … Hehehehe !!



2 komentar:

JengMayNot mengatakan...

Klien loe ganteng gak, Mil? Kalau ganteng... yah, setidaknya ada nilai plusnya. Nah, kalau nggak ganteng dan nyebelin, baruuu bener2 apes :))

Ahmad Sofyan Jamil mengatakan...

Jauh deh dari kesan ganteng ... Yahudi totok! Parah deh ... Jaksa juga dia teror ...